Langsung ke konten utama

Ayam Kecap dan Sepotong Toleransi

Maret 2020

Salah seorang teman (sebut saja si A) datang dari kampung halaman, membawa oleh-oleh. Salah satu oleh-olehnya ayam kecap untuk lauk makan. Salah seorang teman (sebut saja si B) mampir ke kosan untuk mengantarkan oleh-oleh titipan si A sembari mengembalikan helm yang dipinjamnya padaku untuk menjemput si A.

Notifikasi HP berbunyi.
"Nur, aku ada di depan kos nganterin helm-mu" chat si B melalui WhatsApp

"Okee, aku ke depan" balasku

Aku segera bergegas  menuju depan kosan menemui si B yang udah nunggu.

“Heiiii, lah mana si A?” tanyaku

“Udah aku anterin ke kosan. Eh, ini oleh-oleh dari si A” sambil nyodorin beberapa makanan ringan dan ayam kecap

“Wahhhh, makasihh yaaa. Enak nih kayaknya” ucapku sembari mengambil beberapa makanan dari tangan si B

“Eh, tapi kamu mau enggak itu sama ayamnya?” tanya si B

“Hah? Kenapa memang?” tanyaku kebingungan, memangnya kenapa dengan ayamnya

“Soalnya tadi kata si A, kira-kira Nur mau nggak ya sama ayamnya. Kan motongnya gak pake bacaan islam” jawab si B memaparkan 

Mak deg. Seketika aku kaget  “Iya pula ya, baru ku sadar” batinku saat itu.

Jadi,
Aku, si A, dan si B merupakan sebuah circle pertemanan dengan suku dan kepercayaan yang berbeda ketiganya. Aku dengan keislamananku, si A dengan kepercayaan terhadap Hindu yang kuat, juga si B dengan Katoliknya yang kental. Kami bertiga dipertemukan saat menempuh pendidikan di Jogja. Mereka berdua merupakan teman-teman pertama yang aku kenal di Jogja. 

Oke balik lagi ke ayam kecap.
Pada posisi tersebut aku terharu. Terharu bukan karena nggak bisa memakan ayam kecap tersebut. Tetapi, terharu karena Allah mengingatkan tentang hukumNya lewat lisan mereka. Lisan teman-temanku yang berbeda keyakinan denganku. Lisan-lisan yang menyadarkanku bahwasanya perbedaan bukannya menjadi pembatas untuk bisa saling mengingatkan. 
 
Setelah aku sadari bahwa ayam kecap yang aku tenteng saat itu tidak bisa aku makan, aku menyodorkan ayam kecap tersebut kembali pada si B, agar si B saja yang memakan ayam tersebut. Untungnya, si B tidak terlalu mempermasalahkan dan sepertinya dia banyak mengerti karena sudah hidup berdampingan lama bersama teman-teman muslimnya.

Kejadian ini menyadarkanku bahwa ya beginilah yang disebut toleransi. Saling menghargai dan mengingatkan tanpa saling tersinggung atas perbedaan yang ada. Terimakasih ya Allah sudah didekatkan dengan teman-teman yang menjadikan perbedaan sebagai suatu keindahan tersendiri.

Saya senang mempunyai circle pertemanan seperti mereka, pertemanan dengan hati bening tak terkotori perbedaan. Teman-teman yang punya pandangan luas tidak terhalang oleh sekat agama dan ras yang seringkali melintangkan. 

Ternyata, tidak harus sama untuk bisa saling memahami dan melengkapi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Volunteer Internasional Youth Leader di Malaysia (Part 1)

 Bertemu Peng Lina (Seorang Wanita Ramah dari Guangdong-China)   Bismillah, Juli 2019, pasca lulus kuliah dan banyak nganggurnya aku iseng mencoba daftar untuk menjadi volunteer suatu program internasional, namanya “International Youth Leader”.  International Youth Leader merupakan sebuah program pelatihan dan pendidikan kepemimpinan untuk pemuda yang bergerak dibidang students exchange , leadership camp , dan halal and travel tour . Youth Leader sendiri difokuskan untuk melatih pemimpin muda yang berpotensi agar mandiri dan siap bersaing dikancah internasioanal. Untuk lebih mengetahui tentang program ini dapat kepoin IGnya @internationalyouthleader. Dengan model keisengan tersebut, aku mencoba melengkapi persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh Youth Leader Team. Beberapa diantaranya yakni mengirimkan CV dan sertifikat TOEFL. CV aku desain semenarik mungkin dengan English version dan sertifikat TOEFL dilampirkan sesuai dengan masa berlakunya. Beberapa hari selanjutnya, secara ngga

Pesona Segarnya Air Terjun Legomoro Glenmore Banyuwangi

Senin, 21 Januari 2019  Aku dan kedua kawanku (Novi dan Iim) main-main keluar meng eksplore Glenmore, sekalian pengen refreshing gitu ceritanya. Mengenal lebih dekat dengan tanah kelahiran kami. Setelah menerima banyak kabar tentang cantiknya Air Terjun Legomoro. Akhirnya diputuskanlah untuk pergi kesana, terlebih lagi karena lokasi yang terhitung tidak jauh dari daerah rumah kami. Jarak dari RTH Glenmore sampai air terjun Legomoro sekitar 6 km dan butuh waktu sekitar 25 menit untuk sampai ke lokasi. Medan yang ditempuh melewati beberapa aspal dan banyak juga jalan berbatu yang cukup menyusahkan. Saat pergi kesanapun ada insiden aku dan Iim jatuh di jalan bebatuan wkwk. It was funny things .  ndlosor gaessss.... wkwkw untung motornya gapapa,  Ehhh.. maksudnya untung aku dan Iim gapapa 😅😆   Hmm. Memang lah ya untuk tiba di suatu tempat yang indah diperlukan perjuangan, kan? Perjalanan kesana pun cukup menyegarkan, kita disambut dengan pepohonan rindang yang sali

Bingung Gimana Cara Mulai Nulis? Ini nih... 5 Tips Menulis Versi Tere Liye

Minggu, 23 September 2018. Dateng ke acara " Workshop Penulisan bersama Tere Liye ". Ketemu sama salah satu penulis yang karya-karyanya aku suka, dengan mengandalkan Google Maps , aku dan ketiga kawanku berangkat menuju Gedung UNAIR Banyuwangi. Setelah ada beberapa drama salah gedung akhirnya sampe lah kita di Gedung FSDKU UNAIR Banyuwangi. Nyampe sana udah banyak temen-temen yang datang. Mulai dari pelajar, mahasiswa, masyarakat umum, pun juga teman-teman yang emang udah jadi penulis menelurkan beberapa karya seperti buku dan lainnya.    Sekitar jam 8 acara dibuka, kami disuguhi tari selamat datang khas Banyuwangi "Tari Gandrung". Acara dilanjutkan dengan beberapa hiburan kemudian MC mempersilahkan Bang Darwis Tere Liye memasuki ruangan dan mengisi acara. Semua audiens tampak antusias. Bang Darwis menyapa audiens,  lalu menyampaikan poin-poin penting dalam menulis. "Jadi, gimana sih cara untuk membuat tulisan?" "Gimana untuk bis