Langsung ke konten utama

How often do we clean our hearts?

Bismillah,

Ada banyak hal dalam kepalaku, dan rasanya pengen banget dituangin dalam bentuk tulisan. 

Kemaren, salah satu orang (sebut saja si C yang baru saja aku kenal dari salah seorang temanku) menyadarkanku tentang banyak hal. Hal ini bermulai dari percakapan tentang konsep keikhlasan. 

Dibilangnya, "kalau ngomong tentang keikhlasan, orang atheis justru lebih ikhlas dibanding orang beragama sendiri. Karena mereka melakukan sesuatu tanpa mengharap balasan apapun. Sedangkan orang beragama, masih mengharap balasan dari Tuhan"

Ketika pertanyaan ini terlontar, aku berdoa dalam hati, agar tak terpancing, agar gak asal jawab wkwk bisa bahaya kalo misal asal ngomong dengan ilmu secetek ini. Meski pas berdoa ini agak terdistrak dengan kata-kata yang masih dilontarkan orang tersebut. Jadi, ndak taulah termasuk khusyu atau enggak pas doa begini.

Aku menimpali pernyataan dari si C, inti jawabanku yang mbulet saat itu, "Ya berati dia sombong, karena melakukan sesuatu nggak karena Tuhan. Kalau orang beragama kan melakukan karena bentuk kepatuhannya, kalau orang tidak beragama berati dia melakukannya atas dasar lain, selain Tuhan"

Idk, i'm wrong or not. But, i think everyone yang nggak percaya Tuhan itu salah 1 orang yang sombong. 

Lalu, kita ngobrol beberapa hal. Sampe pada suatu kondisi yang menjelaskan dia "nggak setuju" dengan jawabanku. Salah satu bagian yang ku ingat, "Aku berteman dengan orang-orang yang dia itu muslim yang baik, tapi enggak keliatan muslimnya. Malah, awalnya aku ngira dia non muslim. Dia nggak berjilbab, dll dll. Tapi dia melihat sesuatu segala sesuatu dengan positif, contohnya saja dia nggak mudah bilang orang -sombong- dst dst".

Pas momen ini makjleb sih, kayak semacam dia bilang: you're wrong! dan nggak setuju dengan pendapatku. Mulai dari sini, aku mulai membatasi omonganku. Dia bercerita tentang banyak hal, tentang sejarah, tentang ketidak -pro-annya dengan sesuatu dll, dll. 

Beberapa kali aku mencoba menilai tentang dirinya dalam fikiranku (yang mana ini merupakan salah satu hal yang salah setelah aku sadari). ya, karena untuk apa gitu? tugas kita bukan untuk itu. Apalagi, yang bener-bener tau tentang seseorang kan hanya Allah. Kita tidak berhak dan malah lebih baik "ngaca" dan "ngenilai" diri sendiri dibanding sibuk nge-nilai orang lain.

Aku mulai berfikir dan berefleksi setelah bertemu dengan orang tersebut, "Apa aku salah ngomong ya?" "Apa aku terlalu sombong?" "Apa aku ...." dll dll. Aku mulai flashback apa saja yang aku lakuin dan lisanku telah lontarkan di sepanjang percakapan itu.

Aku mendapatkan beberapa hal yang mengambarkan tentang diriku saat itu,

Yap, mungkin aku masih sombong, tapi aku merasa "bukan" karena aku berbicara tentang orang yang melakukan sesuatu bukan atas dasar Tuhan itu sombong (karena itu merupakan salah satu prinsip yang aku yakini dan menurutku nggak ada yang salah tentang sesuatu yang kita yakini), tapi karena hal lain. Seperti misalnya menjawab tanpa harus mikir dulu, trus juga nggak berusaha meyudahi hal-hal yang kita nggak terlalu paham di ranah tsb, dll-dll.

Selain itu, aku mencoba bertanya pada beberapa temenku untuk mengetahui bagaimana pendapatnya tentang konsep keikhlasan karena Tuhan dan bukan karena Tuhan itu. Aku mendapatkan insight-insight yang menarik dari mereka,

Salah satu teman non muslimku menjawab,

"Ikhlas atau tidaknya seseorang tidak bisa diukur menurutku. Ikhlas itu seberapa kamu puas atas apa yang kamu lakuin. Every human punya cerita dan pikiran sendiri. Kalaupun dia tidak percaya Tuhan, tapi dia sudah menolong mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Bayangkan gimana senengnya Tuhan ada orang yang nolong sesama mahluk. Bukankah itu indah? Terlepas dia percaya atau tidak" 

Oke, karena kita berbeda keyakinan dan ajaran agama, akan ada beberapa prinsip yang emang tidak akan sama. Tapi, hal positif yang aku dapet dari pernyataan temanku ini, aku nggak boleh mudah nge"judge" seseorang. Yap, kita nggak pernah tau bagaimana kehidupan dan proses dia. Minta sama Allah supaya dikuatin iman dan diletakkan dalam kebaikan, terus berdoa agar diteguhkan hati dalam ketaatan.

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

“Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)" 

QS. Ali Imran (3): 8.



Saat itu, tentu saja aku juga bertanya pada beberapa teman muslimku. Salah satunya menjawab begini,

"Hmm, bahkan standar keikhlasan pun kita nggak tau. Perumpamaan mengharapkan sesuatu itu menurut aku dibuat seideal mungkin supaya visualisasinya jelas dicerna otak manusia yg terbatas"

"kenapa membandingkan orang yang beragama sama yang gak beragama? emangnya mereka punya standar yg sama? konsepan ibadah yang sama? kan enggak." 

"Di Islam kita adalah hamba sekaligus khilafah di bumi ini. Lihat bagaimana kata tersebut menggambarkan hati kita yg harus tegap gagah sebagai khilafah dan harus merunduk patuh sebagai hamba. Itu tugas kita selama hidup, dan Allah yg memberi tugas. Maka selayaknya seharusnya.. apa-apa yang kita lakukan memang berlandaskan pada pengharapan kita terhadap sang Pemberi Tugas. Termasuk soal ikhlas"

"kan kalau gitu tu berasa berat banget ya.. maksudnya menjalani hidup yang lurus gak ada beloknya. trus ntar balik lagi ke konsep fitrah manusia. Yang suka dipuji, harus bergantung, harus menyembah dll"

Iya ya bener juga. Dari segi standar aja udah beda. Konsep ikhlasnya juga udah beda. Lantas, kenapa kita harus membandingkan? *Aku juga baru kepikiran tentang hal ini. Oleh karena itu, kita sangat butuh pendapat orang lain juga terkadang untuk menyadarkan, bahkan untuk menambah khasanah dalam melengkapi keawaman manusia yang memang akan seterusnya butuh ilmu.

Salah seorang yang lain berkata, 

"Maybe orang yang tidak karena Tuhan (tidak percaya Tuhan)  menghamba pada hamba atau dirinya sendiri. Pengaharapan nya ya sesama hamba dan apa yg dimiliki oleh dirinya pribadi"

Salah seorang yang lain berkata pula, (btw saat itu aku menanyakan hal ini di sebuah grup pertemananku, jadi terdapat beberapa timpalan yang melengkapi). Salah satu yang lain pula berkata,

"Ikhlas itu masalah hamba dan Tuhannya. Berikan pemahaman yg benar. Sudahi diskusi yg tak perlu didiskusikan. Tinggalkan perdebatan. Dah. Doakan semoga kita dan mereka mendapatkan hidayah terus sama Allah"

Iya bener sih, tapi, emang pada awalnya tidak berniat berdebat dan hanya menyampaikan pandangan kita berdasarkan apa yang kita yakini dan pegang. Tapi, ini juga sebagai pengingat. Ketika kita tidak terlalu tau tentang sesuatu, ya diam. Jangan terlalu banyak bicara. Inti poinnya itu, semacam berkatalah yang baik-baik saja, atau kalo nggak bisa ya diam.

Perjumpaan dengan si C menyadarkanku, utamanya tentang diriku yang bisa aku lihat dari beberapa sudut pandangku sendiri. Yap, masih banyak yang perlu dibenahi. Utamanya masalah hati. Hati yang perlu sering-sering dibersihkan, hati yang harus dijaga baik-baik agar tidak kotor. 

Kita sering kali membersihkan ruangan kamar kita, peralatan-peralatan yang kita gunakan, bahkan chat-chat di HP kita yang berserakan. Tapi, seberapa sering kita membersihkan hati kita?

aku tertampar dengan sebuah kata-kata yang Aida Azlin tuliskan dalam Tuesday Love letternya,

"Jika kamu mengira dunia ini dan alam semesta ini sangat luas dan luas, ketahuilah bahwa jiwa kamu bahkan lebih besar dan lebih luas daripada dunia ini. Semua orang melakukan perjalanan untuk menjelajahi dunia, tetapi kapan terakhir kali kamu melakukan perjalanan itu ke dalam dirimu? Kapan terakhir kali kamu mencoba menjelajahi apa yang ada di hatimu?" 

Berurusan dengan hati emang suatu hal yang sangat sangat sangat perlu perjuangan. Belajarnya seumur hidup. Never ending process. Ketakutan banyak hal tentang hati menjadi momok. Bagaimana kalau ketulusan itu nggak ada? bagaimana kalo hatiku tercemar akan hal-hal yang bukan selain Karena Allah, dll dll. Memang menyadari kalau hati perlu sering dibersihkan bukan merupakan kali pertama. Tapi, karena manusia emang seringnya lupa, jadi perlunya sering diingatkan. Perlu diingatkan untuk terus membersihkan. Dengan salah satu contoh hal di atas misalnya. Kejadian-kejadian yang di dalamnya banyak terdapat pembelajaran merupakan salah satu bentuk Cinta Allah untuk kita. 

Yap, kita mandi setiap hari untuk "membersihkan" badan, yang sebenernya kotoran dengan mudahnya terlihat. Tapi, hati? seberapa sering kita "membersihkan" hati? Astagfirullah.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667).

Hadits ini sedikit membuat saya lega untuk mengetahui bahwa Rasulullah SAW sendiri tahu bahwa suatu hari, kita umatnya, akan berjuang untuk membersihkan hati kita. Rasulullah SAW membimbing kita hal terbaik dan paling efektif untuk membersihkan dosa yang banyaknya pula karena hati adalah dengan Sholat. 

ya, kembali pada Allah, mengingat Allah, bersujud dan menurunkan segala kesombongan yang terlintas dengan menyadari, "kita hanya hamba" "kita hanya mahluk".

Semoga kita semua selalu dikaruniaiNya sholat yang penuh khusyu', penuh keindahan, dan melakukan semuanya sesuai dengan yang perintahkan serta niat karenaNya.

Semoga Allah selalu membersihkan hati kita, dari segala penyakit hati. Sehingga dengannya, kita mampu menjalani kehidupan dengan sebaik-baik keadaan.

 

Yk, 22.02.2021
ketika hujan dan kepala saling beradu riuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Volunteer Internasional Youth Leader di Malaysia (Part 1)

 Bertemu Peng Lina (Seorang Wanita Ramah dari Guangdong-China)   Bismillah, Juli 2019, pasca lulus kuliah dan banyak nganggurnya aku iseng mencoba daftar untuk menjadi volunteer suatu program internasional, namanya “International Youth Leader”.  International Youth Leader merupakan sebuah program pelatihan dan pendidikan kepemimpinan untuk pemuda yang bergerak dibidang students exchange , leadership camp , dan halal and travel tour . Youth Leader sendiri difokuskan untuk melatih pemimpin muda yang berpotensi agar mandiri dan siap bersaing dikancah internasioanal. Untuk lebih mengetahui tentang program ini dapat kepoin IGnya @internationalyouthleader. Dengan model keisengan tersebut, aku mencoba melengkapi persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh Youth Leader Team. Beberapa diantaranya yakni mengirimkan CV dan sertifikat TOEFL. CV aku desain semenarik mungkin dengan English version dan sertifikat TOEFL dilampirkan sesuai dengan masa berlakunya. Beberapa hari selanjutnya, secara ngga

Pesona Segarnya Air Terjun Legomoro Glenmore Banyuwangi

Senin, 21 Januari 2019  Aku dan kedua kawanku (Novi dan Iim) main-main keluar meng eksplore Glenmore, sekalian pengen refreshing gitu ceritanya. Mengenal lebih dekat dengan tanah kelahiran kami. Setelah menerima banyak kabar tentang cantiknya Air Terjun Legomoro. Akhirnya diputuskanlah untuk pergi kesana, terlebih lagi karena lokasi yang terhitung tidak jauh dari daerah rumah kami. Jarak dari RTH Glenmore sampai air terjun Legomoro sekitar 6 km dan butuh waktu sekitar 25 menit untuk sampai ke lokasi. Medan yang ditempuh melewati beberapa aspal dan banyak juga jalan berbatu yang cukup menyusahkan. Saat pergi kesanapun ada insiden aku dan Iim jatuh di jalan bebatuan wkwk. It was funny things .  ndlosor gaessss.... wkwkw untung motornya gapapa,  Ehhh.. maksudnya untung aku dan Iim gapapa 😅😆   Hmm. Memang lah ya untuk tiba di suatu tempat yang indah diperlukan perjuangan, kan? Perjalanan kesana pun cukup menyegarkan, kita disambut dengan pepohonan rindang yang sali

Bingung Gimana Cara Mulai Nulis? Ini nih... 5 Tips Menulis Versi Tere Liye

Minggu, 23 September 2018. Dateng ke acara " Workshop Penulisan bersama Tere Liye ". Ketemu sama salah satu penulis yang karya-karyanya aku suka, dengan mengandalkan Google Maps , aku dan ketiga kawanku berangkat menuju Gedung UNAIR Banyuwangi. Setelah ada beberapa drama salah gedung akhirnya sampe lah kita di Gedung FSDKU UNAIR Banyuwangi. Nyampe sana udah banyak temen-temen yang datang. Mulai dari pelajar, mahasiswa, masyarakat umum, pun juga teman-teman yang emang udah jadi penulis menelurkan beberapa karya seperti buku dan lainnya.    Sekitar jam 8 acara dibuka, kami disuguhi tari selamat datang khas Banyuwangi "Tari Gandrung". Acara dilanjutkan dengan beberapa hiburan kemudian MC mempersilahkan Bang Darwis Tere Liye memasuki ruangan dan mengisi acara. Semua audiens tampak antusias. Bang Darwis menyapa audiens,  lalu menyampaikan poin-poin penting dalam menulis. "Jadi, gimana sih cara untuk membuat tulisan?" "Gimana untuk bis